Pendidikanpusaka Indonesia: panduan untuk guru sekolah dasar di daerah istimewa Yogyakarta Collectivité auteur : Indonesian Heritage Trust Personne auteur : Adishakti, Laretna T. Personne auteur : Hadiwinoto, Suhadi Code du document : JAK/2010/PI/H/12 Collation : 184 p., illus., maps merupakanprasyarat dalam usaha pelestarian subak. Dengan melihat kasus pendirian sebuah subak baru, sebagaimana ditulis oleh Made Sarjana, sesungguhnya kekhawatiran akan sirnanya sistem subak di Bali dapat sedikit terobati. Kasus Subak Giri Mertha (Mengani) yang berdiri tahun 1990-an secara jelas menunjukkan bahwa sesungguhnya Sebenarnya untuk membangun suatu negara diperlukan adanya peran pelestarian budaya dari masyarakatnya. Kelestarian budaya tidak dapat berlangsung sendiri tanpa adanya campur tangan dari penjaganya. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mempertahankan kebudayaan dan warisan asli Indonesia agar tidak hilang dan hanyut terbawa oler arus zaman. p>REPUBLIKA.CO.ID, GIANYAR -- Ratusan peserta utusan dari 31 negara yang ambil bagian dalam International Conference on National Trust (ICNT) mengunjungi Subak Pulagan, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali.

Hamparan lahan sawah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan itu merupakan satu kesatuan dengan kawasan Subak Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, kawasan suci Pura Taman Ayun Dalamprogram Belajar dari Rumah TVRI untuk SMP, Jumat (24/4/2020), ditanyakan upaya yang kita lakukan bila menjadi pemimpin suatu daerah untuk melest Senin, 18 Juli 2022 Cari Untukmemperkenalkan dan melestarikan Subak yang merupakan warisan budaya leluhur maka didirikanlah Museum Subak yang terletak di kabupaten Tabanan yang bertujuan untuk memperkenalkan pada generasi muda ataupun wisatawan tentang sistem irigasi tradisional yang dimiliki dan masih digunakan sampai sekarang oleh masyarakat petani di pulau dewata Bali. . Uploaded byrailguns159 0% found this document useful 0 votes2K views3 pagesDescriptionebookCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes2K views3 pagesCara Pelestarian Subak Di BaliUploaded byrailguns159 DescriptionebookFull descriptionJump to Page You are on page 1of 3Search inside document Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. DENPASAR - Beras adalah pangan utama bagi penduduk Indonesia, sehingga petani seharusnya memiliki bargaining power dalam pembentukan harga beras. Petani, baik padi atau sawah, merupakan way of life bagi masyarakat Indonesia, dan masyarakat Bali pada khususnya. Subak Pulagan, Desa Tampaksiring Kabupaten Gianyar, sebagai salah satu komponen dari lanskap subak yang ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia WBA. Demikian presentasi promopenda Ni Nyoman Reni Suasih SIP MSi saat menjalani ujian terbuka Program Doktor S3, Program Studi Ilmu Ekonomi, Universitas Udayana di Gedung Lantai III Pascasarjana Universitas Udayana, di Denpasar, Rabu 28/9/2016, yang didampingi promotor Prof Dr Drs Made Kembar Sri Budhi MP dan ko-promotor I, Dr I Nyoman Mahendra Yasa SE MSi dan ko-Promotor II, Dr Ida Ayu Nyoman Saskara SE MSi saat mempresentasikan desertasi yang berjudul Analisis Determinan Kesejahteraan Petani Studi Kasus di Subak Pulagan Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Penelitian ini bertujuan selain untuk syarat program studi S-3, juga mengangkat tentang melestarikan subak sebagai warisan budaya dan kearifan lokal dan bagaimana peran pemerintah, baik swasta maupun daerah, bersama-sama menjaga kearifan lokal yang ada di Gianyar, apalagi subak Pulagan yang sudah dinobatkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Salah satu upaya adalah menjaga segala struktur kearifan lokal dari sinergi inovasi dan teknologi, sehingga kearifan lokal tetap terjaga secara utuh. Ni Nyoman Reni Suasih mengawali karirnya dari pendidikan S1 Jurusan Manajemen Keuangan Daerah, Institut Pemerintahan Dalam Negeri IPDN angkatan 2006-2009 berlanjut ke S2 Magister Ilmu Ekonomi, Universitas Udayana angkatan 2010-2012 dan kini Nyoman Reni Suasih sudah menyelesaikan program studi S3 dengan predikat cumlaude yang dinyatakan langsung oleh ketua Ujian Terbuka Program Pascasarjana Prof Dr Drs Made Kembar Sri Budhi MP. Dengan dinobatkan sebagai lulusan terbaik program Doktor S3 Universitas Udayana, Sekretaris Daerah Gianyar, Drs Ida Bagus Gaga Adisaputra MSi berharap agar Reni mampu mengemban tugas dan mampu memanfaatkan gelarnya sebagai Doktor dan mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat sehingga kearifan lokal tetap terjaga, khususnya subak Pulagan di Daerah Gianyar yang sudah dinobatkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO. Selain itu, Reni yang sudah menyandang gelar Doktor juga berharap peran pemerintah dan masyarakat, khususnya petani, agar mampu bersinergi untuk membangun pertanian secara berkelanjutan, dan perlu adanya komunikasi secara efektif dari pemerintah daerah maupun pusat, agar tetap memperhatikan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal. Sehingga kearifan lokal tidak punah dan sebaiknya peran teknologi dan inovasi yang ditawarkan kepada petani di suatu wilayah agar disesuaikan dengan suatu wilayah dan harus diperlukan sinergisitas dengan kearifan lokal yang disesuaikan dengan budaya di suatu daerah. "Modernisasi tidak bisa berjalan sendiri tanpa adanya kearifan lokal yang merupakan napas dari masyarakat Bali sendiri. Jadi sinergisitas antara teknologi yang inovatif harus disesuaikan dengan kearifan lokal yang ada di masing-masing daerah, khususnya Bali sebagai daerah pariwisata, sehingga kearifan lokal, khususnya subak, bisa bertahan di zaman modernisasi," ujar Dr Ni Nyoman Reni Suasih, SIP MSi usai persidangan. * Info ter-UPDATE tentang BALI, dapat Anda pantau melalui Like fanpage >>> Follow >>> ArticlePDF AvailableAbstractSubak as Bali Civilization Fortress. The degradation of nature has potential to weaken the harmony between humans and their environment in a number of subak. Subak culture is only effective at the level of the superstructure, but the level of implementation is that subak have begun to be degraded due to land conversion, transfer of professions, poor economies, and young people who do not want to continue subak tradition. The purpose of this research is to see the existence of subak civilization then creates the policy strategy to develop Subak's role as an ecological civilization tourism destination. The effectiveness method was used to see the existence of subak and AWOT Method as subak developing strategy to an ecoculture-tourism. Based on the results of effectiveness analysis and AWOT, it shows that subak culture as Bali civilization at the superstructure level is still exists and strong. However, at implementation level, there had been a weakening especially in urban areas. The implementation and preservation of the Sarbagita community based on the three components study was quite effective even for the superstructure component into a very effective category with an effectiveness value of So the components of the superstructure need to be maintained as a fortress of civilization in Sarbagita. However, the components of the social structure and infrastructure had quite low values, which are percent and percent respectively, which was included in the effective category but located in critical value. So it needs to improve level of social structure and infrastructure so that the three components of the subak civilization run effectively. Abstrak. Degradasi alam berpotensi melemahkan harmonisasi antara manusia dan lingkungannya di sejumlah subak. Budaya subak hanya efektif pada tingkat suprastruktur, tetapi dalam implementasinya subak telah mulai terdegradasi karena konversi lahan, pengalihan profesi, ekonomi miskin, dan kaum muda yang tidak ingin melanjutkannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat keberadaan peradaban subak, kemudian strategi kebijakan dalam mengembangkan peran subak sebagai tujuan wisata peradaban ekologis. Metode efektivitas digunakan untuk melihat keberadaan subak dan metode AWOT sebagai strategi pengembangan subak untuk wisata peradaban ekologi. Berdasarkan hasil analisis efektifitas dan AWOT menunjukkan bahwa budaya subak sebagai peradaban Bali di tingkat suprastruktur masih ada dan kuat. Namun, pada level implementasi telah terjadi pelemahan, terutama di daerah perkotaan. Pelaksanaan dan pelestarian masyarakat Sarbagita berdasarkan tiga komponen sebutkan komponennya yang diteliti efektif bahkan untuk komponen superstruktur masuk kedalam kategori sangat efektif dengan nilai efektivitas sebesar Sehingga komponen superstruktur perlu dipertahankan sebagai benteng peradaban di Sarbagita. Namun untuk komponen struktur sosial dan infrastruktur mempunyai nilai cukup rendah yaitu berturut-turut persen dan persen yang termasuk dalam kategori efektif tetapi berada pada titik kritis. Sehingga perlu dilakukan perbaikan pada tataran struktur sosial dan infrastruktur agar ketiga komponen peradaban subak berjalan efektif. Kata Kunci AWOT, peradaban subak, efektivitas Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeAuthor contentAll content in this area was uploaded by Widiatmaka Widiatmaka on Sep 22, 2019 Content may be subject to may be subject to copyright. 39Naskah diterima tanggal 21 Februari 2019, diperiksa 1 Maret 2019, dan disetujui tanggal 13 Maret SEBAGAI BENTENG KONSERVASI PERADABAN BALI I Made Geria1, Sumardjo2, Surjono H. Sutjahjo3, Widiatmaka4, dan Rachman Kurniawan51Institut Pertanian Bogor, Bogorgeria89 Subak as Bali Civilization Fortress. The degradation of nature has potential to weaken the harmony between humans and their environment in a number of subak. Subak culture is only eective at the level of the superstructure, but the level of implementation is that subak have begun to be degraded due to land conversion, transfer of professions, poor economies, and young people who do not want to continue subak tradition. The purpose of this research is to see the existence of subak civilization then creates the policy strategy to develop Subak’s role as an ecological civilization tourism destination. The eectiveness method was used to see the existence of subak and AWOT Method as subak developing strategy to an ecoculture-tourism. Based on the results of eectiveness analysis and AWOT, it shows that subak culture as Bali civilization at the superstructure level is still exists and strong. However, at implementation level, there had been a weakening especially in urban areas. The implementation and preservation of the Sarbagita community based on the three components study was quite eective even for the superstructure component into a very eective category with an eectiveness value of So the components of the superstructure need to be maintained as a fortress of civilization in Sarbagita. However, the components of the social structure and infrastructure had quite low values, which are percent and percent respectively, which was included in the eective category but located in critical value. So it needs to improve level of social structure and infrastructure so that the three components of the subak civilization run e AWOT, subak civilization, e Degradasi alam berpotensi melemahkan harmonisasi antara manusia dan lingkungannya di sejumlah subak. Budaya subak hanya efektif pada tingkat suprastruktur, tetapi dalam implementasinya subak telah mulai terdegradasi karena konversi lahan, pengalihan profesi, ekonomi miskin, dan kaum muda yang tidak ingin melanjutkannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat keberadaan peradaban subak, kemudian strategi kebijakan dalam mengembangkan peran subak sebagai tujuan wisata peradaban ekologis. Metode efektivitas digunakan untuk melihat keberadaan subak dan metode AWOT sebagai strategi pengembangan subak untuk wisata peradaban ekologi. Berdasarkan hasil analisis efektitas dan AWOT menunjukkan bahwa budaya subak sebagai peradaban Bali di tingkat suprastruktur masih ada dan kuat. Namun, pada level implementasi telah terjadi pelemahan, terutama di daerah perkotaan. Pelaksanaan dan pelestarian masyarakat Sarbagita berdasarkan tiga komponen sebutkan komponennya yang diteliti efektif bahkan untuk komponen superstruktur masuk kedalam kategori sangat efektif dengan nilai efektivitas sebesar Sehingga komponen superstruktur perlu dipertahankan sebagai benteng peradaban di Sarbagita. Namun untuk komponen struktur sosial dan infrastruktur mempunyai nilai cukup rendah yaitu berturut-turut persen dan persen yang termasuk dalam kategori efektif tetapi berada pada titik kritis. Sehingga perlu dilakukan perbaikan pada tataran struktur sosial dan infrastruktur agar ketiga komponen peradaban subak berjalan Kunci AWOT, peradaban subak, efektivitas 40AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 37 No. 1, Juni 2019 39 - 541. PendahuluanBudaya subak Bali merupakan sistem tata kelola irigasi tradisional sebagai pilar kebudayaan masyarakat Bali mulai menghadapi masalah. Permasalahan yang muncul adalah alam mulai terdegradasi yang berpotensi melemahkan harmonisasi antara manusia dan lingkungannya di sejumlah subak. Budaya subak khusus berkaitan dengan ritual hanya efektif dalam tataran superstruktur. Kegiatan ritual, kepercayaan konsep Tri Hita Karana THK masih melekat kuat pada masyarakat Bali. Akan tetapi, dalam tataran implementasi sejumlah subak mulai terdegradasi akibat konversi lahan, alih profesi, ekonomi yang lemah dan generasi muda yang tidak tertarik lagi untuk melanjutkan keberadaan subak. Masyarakat mulai dihadapkan pada masalah ekonomi yang kurang baik sebagai pemenuhan kebutuhan hidup sehingga terpaksa mengonversi lahannya ke bidang yang lebih menguntungkan secara sebagai benteng peradaban Bali, merupakan sarana pembelajaran masyarakat Bali dalam menghargai dan menjaga lingkungannya. Keselarasan manusia dan alamnya pada konsep buana agung dan buana alit dan konsep THK menjadi dasar masyarakat Bali untuk menjaga lingkungannya. Semua kegiatan di subak merupakan kegiatan pelestarian lingkungan. Salah satu pengikat yang kuat yang diupayakan untuk menjaga keberadaan subak dari tataran superstruktur bisa mempersatukan masyarakat dan memperkuat dalam memprotek lingkungan. Pada tataran implementasi yang harus dan terus dilakukan berwujud aktivitas dalam menjaga subak Bali merupakan sistem tata kelola irigasi tradisional yang masih eksis sampai sekarang dan merupakan pilar kebudayaan masyarakat Bali yang telah diakui oleh United Nations Educational, Scientic and Cultural Organization UNESCO. Pengakuan UNESCO itu mencerminkan beberapa hal, yaitu pengakuan terhadap i eksistensi lembaga subak, ii sistem subak yang menerapkan konsep THK, dan iii lanskap dalam bentuk persawahan subak. Berlandaskan loso THK, masyarakat Bali melakukan pengelolaan kawasan subak dengan kearifan lokal Fajar 2015, 1-3. Menurut Setiawan 1995, subak merupakan salah satu aset kelembagaan yang telah terbukti dalam menyangga pembangunan pertanian di Bali. Sistem tradisional ini mampu bertahan karena sejalan dengan karakteristik masyarakat dan budaya Bali Rabindra 2009, 16-31; Sudiana dan Sudirgayasa 2015, 181-200. Pertanian yang dikembangkan sejak dulu terbukti dapat menjadi penyangga pembangunan dan pemenuhaan kebutuhan secara ekonomi dan dalam aspek budaya. Subak menerapkan konsep harmonisasi antara alam dan lingkunganya yang dikenal dengan konsep THK juga berkaitan dengan peradaban Bali. Konsep dasar THK merupakan sebuah landasan yang bersumber dari agama Hindu. THK mengandung pengertian tiga hubungan harmonis antara manusia dan ida sang hyang widhi isa parhyangan, manusia dan manusia pawongan, serta manusia dan alam palemahan Windia dan Dewi, 2011. Sebagai landasan dan falsafah utama subak, THK sangat memengaruhi perilaku subak dan anggotanya beraktivitas dalam pembangunan pertanian di lahan sawah. THK mengandung nilai-nilai tradisional sejalan dengan perkembangan atau kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai-nilai tradisional tersebut di antaranya kepercayaan dengan beragam ritual yang bersumber dari agama Hindu, nilai kerja sama gotong-royong dan tolong-menolong, nilai musyawarah mufakat berasaskan kekeluargaan, nilai dalam awig-awig dan pararem, nilai keadilan, serta nilai tentang hari baik deise Sudarta 2005.Peradaban subak Bali tidak hanya pada aspek budaya, tetapi juga terkait dengan aspek sosial. Sanderson 2000 menyatakan bahwa ada tiga komponen dasar sistem sosial budaya, yaitu superstruktur, struktur sosial, dan infrastruktur Subak Sebagai Benteng Konservasi Peradaban Bali. I Made Geria, Sumardjo, Surjono H. Sutjahjo, Widiatmaka, dan Rachman Kurniawan41material. Aspek superstruktur meliputi cara yang telah terpolakan, yang dengan cara tersebut masyarakat berpikir untuk melakukan konseptualisasi, menilai dan merasa sebagai lawan kata dari apa yang mereka lakukan dalam dunia nyata. Superstruktur mencakup beberapa hal subkomponen. antara lain superstruktur umum, agama, ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusastraan. Aspek struktur sosial selalu merujuk pada pola perilaku aktual, sebagai lawan dari kesan atau konsepsi mental yang dimiliki orang tentang pola tersebut. Struktur sosial mempunyai enam subkomponen, yaitu stratikasi sosial, stratikasi rasial dan etnik, kepolitikan, pembagian kerja secara seksual dan ketidaksamaan secara seksual, keluarga dan kekerabatan, serta pendidikan. Aspek infrastruktur material berisi bahan baku dan bentuk sosial yang berkaitan dengan upaya manusia mempertahankan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Infrastruktur material terdiri atas empat subkomponen, yaitu teknologi, ekonomi, ekologi, dan demogra. Elkington 1997 menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan, terutama pembangunan ekonomi, harus menerapkan konsep triple bottom line. Konsep ini merumuskan bahwa keberlangsungan dan pertumbuhan perusahaan tidak semata-mata bergantung pada laba usaha prot, tetapi juga tindakan nyata yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungan planet dan keadilan people. Semuanya dilakukan demi terciptanya pembangunan berkelanjutan. Keadaan masyarakat bergantung pada ekonomi, dan ekonomi bergantung pada masyarakat dan lingkungan, bahkan ekosistem global. Keseimbangan triple bottom line merupakan upaya yang sungguh-sungguh untuk bersinergi dengan tujuan pembangunan yang secara konsisten mendorong keseimbangan ekonomi dan lingkungan. Idealnya, tentu saja perusahaan melakukan seluruh kegiatan triple bottom line bagi para pemangku kepentingan. Kawasan Sarbagita yang meliputi Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. merupakan wilayah yang pembanguannya berkembang pesat dan daerah tujuan wisata yang tinggi yang bagi wisatawan. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan, ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak terperbarui yang harus dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai satu kesatuan ruang dalam tatanan yang dinamis. Pemanfaatan tata ruang harus tetap mempertimbangkan kelestarian fungsi taman hutan raya dan pelestarian ekosistem kawasan sekitarnya, kemudian menjaga prasaranan dan sarana infrastruktur di kawasan SarbagitaDari permasalahan tersebut muncul pertanyaaan 1 Bagaimana peran eksistensi peradaban subak dalam pengelolaan lingkungan di kawasan Sarbagita Bali? dan 2 Bagaimana strategi kebijakan pemerintah dalam upaya melestarikan peradaban subak yang berkelanjutan berbasis wisata peradaban ekologi eco culture tourism di kawasan Sarbagita Bali? Penelitian ini akan mengulas eksistensi peradaban subak apakah masih mentradisi sampai sekarang. Ada tiga elemen dalam melihat budaya subak melalui pendekatan sosio kultural, yaitu superstruktur, struktur sosial, dan infrastruktur material. Selain itu, juga akan dibahas strategi kebijakan pengembangan peran subak sebagai destinasi wisata peradaban ekologi untuk menjaga keberlanjutan subak di kawasan Sarbagita MetodeLokasi penelitian adalah daerah yang berkembang dan pembangunannya cukup pesat, yakni Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan atas dasar bahwa keempat wilayah itu merupakan daerah tujuan wisata bagi wisatawan. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2017-Desember 2018. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut 1 kuesioner/angket; 42AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 37 No. 1, Juni 2019 39 - 54menyebar kuesioner kepada responden; 2 observasi langsung; melakukan pengamatan langsung ke lapangan mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan efektivitas pengelolaan subak Sarbagita. Pengumpulan data/informasi dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dengan panduan kuesioner yang disebarkan kepada responden terpilih. Pemilihan responden ditentukan secara stratied cluster sampling untuk memenuhi keterwakilan setiap daerah pengamatan. Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan dijadikan sebagai strata/kelompok. Subak pada setiap daerah dijadikan cluster/blok pengamatan. Anggota subak yang terpilih, tersebut akan dijadikan responden. Penetapan pemilihan stratied cluster sampling supaya dalam setiap daerah penelitian terambil sebagai sampel dan sebagian subak pada setiap daerah yang akan dijadikan sampel. Unit sampling pada penelitian ini adalah unit amatannya adalah anggota subak. Teknik pengambilan sampel dalam rangka menggali dan mendapatkan informasi serta pengetahuan dari para stakeholders dan pakar akuisisi pendapat pakar ditentukan/dipilih secara sengaja purposive sampling. Dasar pertimbangan dalam menentukan atau memilih pakar untuk dijadikan responden digunakan kriteria sebagai berikuta. Analisis EfektivitasPengkajian efektivitas dan eksistensi peradaban subak dianalisis dengan menggunakan skor skala likert, yaitu 1 sangat efektif; 2 efektif; 3 kurang efektif, 4 tidak efektif. Penghitungan efektivitas dikategorikan efektif apabila mencapai minimal satu atau seratus persen. Pengelolaan di kawasan Sarbagita, apabila hasilnya menunjukkan persentase yang semakin besar, dapat dikatakan bahwa kelembagaan lokal subak semakin efektif. Demikian sebaliknya, semakin kecil persentase hasilnya, kelembagaan lokal dalam pengelolaan subak semakin tidak efektif. Penghitungan skoring sebagai berikut Silalahi 2009. Keterangan IE = Indeks efektivitas = Rata-rata peubah ke-i Y = skor tertinggi likert x jumlah respondenKategori keefektifan pengelolaan subak dilakukan berdasarkan nilai indeks efektivitas dengan melakukan modikasi sebagai berikut;1 1% - = Tidak efektif2 25% - 49,99% = Kurang efektif3 50% - 74,99% = Efektif4 75% - 100% = Sangat EfektifKelembagaan dikatakan efektif jika terjadi kondisi atau keadaan. Dalam hal ini, pemilihan tujuan yang akan dicapai, sarana yang digunakan, serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, dengan demikian, tujuan yang diinginkan akan tercapai dengan hasil yang memuaskan Steers 1985; Gibson 1994; Paraso 2013. Kelembagaan subak dan kawasan Sarbagita tidak akan efektif bila berdiri sendiri. Kedua lembaga tersebut memerlukan bantuan dari pihak pemerintah setempat. b. Analisis AWOTPengembangan peran subak sebagai destinasi wisata peradaban dirumuskan dengan menggunakan analisis AWOT AHP dan SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk melihat faktor internal dan eksternal dari wisata peradaban ekologi Analytical Hierarcy Process. AHP digunakan untuk mendukung keputusan dari wisata peradaban ekologi sehingga nantinya hasil yang diperoleh dapat menjadi solusi yang baik dalam penerapannya. Analisis AWOT Subak Sebagai Benteng Konservasi Peradaban Bali. I Made Geria, Sumardjo, Surjono H. Sutjahjo, Widiatmaka, dan Rachman Kurniawan43merupakan pengembangan dari a nalisis SWOT dan AHP yang diharapkan akan mendapatkan hasil yang lebih menyeluruh. Konsep analisis AWOT pada penelitian ini adalah1 Analisis SWOTAnalisis SWOT adalah suatu cara menganalisis faktor internal dan eksternal menjadi langkah strategi dalam pengoptimalan usaha yang lebih menguntungkan. Analisis faktor internal dan eksternal akan ditentukan aspek yang menjadi kekuatan strengths, kelemahan weaknesses, kesempatan/peluang opportunities, dan yang menjadi tantangan/ancaman threats sebuah organisasi. Perhitungan bobot faktor tersebut dilakukan dengan membuat tabulasi score IFE–EFE. Hasil skor dari matriks IFE dan EFE ini, setelah dilakukan tahap pembandingan, akan memberikan kemungkinan alternatif strategi yang dapat dijalankan Marimin 2005; Rangkuti 2014.Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi. Dengan demikian, perencanaan strategis harus melakukan analisis situasi untuk menggambarkan factor strategis dalam kondisi yang ada saat ini Nurmianto, Nasution Syafar 2004, 47-60.Keterangan kombinasi strategi dari Matriks SWOT adalah sebagai berikutStrategi SO, yaitu strategi dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang ST, yaitu strategi dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. Strategi WO, yaitu strategi yang memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WT, yaitu strategi yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghadapi ancaman. Langkah analisis SWOT dalam penelitian ini melakukan klasikasi data, apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai faktor internal organisasi, peluang, dan ancaman sebagai faktor eksternal organisasi yang kemudian akan menghasilkan tabel informasi SWOT;a melakukan analisis SWOT, yaitu dengan membandingkan antara faktor eksternal organisasi peluang dan ancaman dengan faktor internal organisasi kekuatan dan kelemahan;b b menginterpretasi hasil analisis dan mengembangkannya menjadi keputusan pemilihan strategi yang memungkinkan untuk dilaksanakan dan biasanya adalah pilihan risiko dan ancamanya paling kecil. 2 Analytical Hierarcy Process AHPMenurut Turban E, J. Aronson, dan Liang 2005, AHP adalah metode analisis dan sintesis yang dapat membantu proses pengambilan keputusan. AHP merupakan alat pengambil keputusan yang powerful dan eksibel, yang dapat membantu dalam menetapkan prioritas Bagan 1. Pembagian Kuadran SWOT 44AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 37 No. 1, Juni 2019 39 - 54dan membuat keputusan yang aspek kualitatif dan kuantitatifnya terlibat dan keduanya harus dipertimbangkan. Dengan mereduksi faktor yang kompleks menjadi rangkaian one on one comparisons, kemudian menyintesis hasilnya, AHP tidak hanya membantu pemilihan keputusan yang tepat, tetapi juga dapat memberikan pemikiran/alasan yang jelas dan tepat. Secara gras, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan soal/sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria, dan akhirnya alternatif. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria secara intuitif dengan melakukan perbandingan berpasangan. AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan. Dikatakan demikian karena AHP dapat digambarkan secara gras sehingga lebih mudah dipahami. Dengan AHP sesuatu yang kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil dan mudah dipahami. AHP juga dapat menguji konsistensi penilaian bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh sehingga mudah menggunakan AHP ada beberapa keuntungan dalam memecahkan persoalan dan mengambil keputusan. Kesatuan AHP memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk aneka ragam persoalan tidak Kompleksitas AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan Saling Ketergantungan AHP dapat menangani saling ketergantungan antarelemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran Penyusunan Hierarki AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat yang berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap Pengukuran AHP memberi skala dalam mengukur berbagai hal dan mewujudkan suatu metode untuk menetapkan Sintesis AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap Tawar-menawar AHP mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan yang ditetapkan. Penilaian dan Konsensus AHP tidak memaksakan konsensus tetapi menyintesiskan hasil yang representatifg Pengulangan Proses AHP memungkinkan organisasi memperhalus denisi suatu persoalan dan memperbaiki suatu pertimbangan atau pengertian melalui kerja AHP terdiri atas empat bagian, yaitu i penyusun hierarki, ii penilaian kriteria dan alternatif, iii penentuan prioritas, dan iv konsistensi Subak Sebagai Benteng Konservasi Peradaban Bali. I Made Geria, Sumardjo, Surjono H. Sutjahjo, Widiatmaka, dan Rachman Kurniawan45logis. Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty 1991, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat Tabel 1.Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 satu dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A. 3 Metode AWOTMetode AWOT merupakan gabungan dari metode AHP dan SWOT. Metode AHP adalah strukturisasi dari berbagai kriteria guna menentukan alternatif pilihan keputusan terbaik. Metode SWOT merupakan kumpulan faktor dan subfaktor kondisi internal kekuatan dan kelemahan, serta eksternal peluang dan ancaman suatu objek, guna memperoleh pilihan strategi terbaik. Metode AWOT merupakan kombinasi dari strukturisasi AHP yang menggunakan berbagai faktor dan subfaktor SWOT sebagai kriteria dalam strukturnya. Selain itu, alternatif dalam struktur merupakan strategi analisis SWOT. Hal ini dijelaskan dalam bagan semua kriteria dan alternatif dalam struktur AHP diisi oleh faktor, subfaktor, dan strategi SWOT, secara umum langkah penyelesaiannya sama dengan metode AHP. Pembobotan yang diperoleh dari kinerja atau preferensi terhadap setiap blok akan menuntun penentuan strategi prioritas dalam struktur tersebut. Hal ini akan menjadi dasar penyusunan strategi menunjang tujuan yang Hasil Penelitian dan Karakteristik RespondenJumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 69 dengan jumlah subak sebanyak 23. Pembagian subak dapat dilihat pada grak di bawah ini dengan mempertimbangkan proporsi terhadap jumlah subak setiap daerah, hulu-hilir, dan subak jelek-baik. Kawasan Sarbagita merupakan kawasan dengan perkembangan relatif pesat pada bidang pariwisata. Pada survei lapangan di Kota Tabel 1. Skala Penilaian Perbandingan SaatyNilai Keterangan1Kriteria/Alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B3 A sedikit lebih penting dari B5 A jelas lebih penting dari B7 A sangat jelas lebih penting dari B9 Mutlak lebih penting dari B2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang 2. Strukturisasi Metode AWOTGrak 1. Sebaran Responden Penelitian Subak 46AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 37 No. 1, Juni 2019 39 - 54Denpasar relatif banyak terjadi degradasi pada lahan sawahnya. Kota Denpasar adalah kawasan yang cocok dijadikan sebagai permukiman karena secara ekonomi, penghasilan penduduk lebih baik dibandingkan dengan daerah bersubak. Padahal, secara tidak langsung dengan mengubah lahan sawah menjadi permukiman akan membuat kebudayaan subak di Bali semakin terancam. Di Kabupaten Badung para petani pada umumnya masih bersubak. Penetapan kawasan hijau oleh pemerintah daerah juga mendukung kawasan tersebut dan tidak memanfaatkan dengan pembangunan lainnya. Kabupaten Tabanan dengan wilayahnya yang sangat luas masih bersubak. Akan tetapi, sekarang ini timbul kekhawatiran atau ancaman di kalangan para petani sebagai dampak aman para pengembangan bidang pariwisata. Di Kabupaten Gianyar juga masih banyak ditemukan subak. Namun, sebagai akibat banyaknya pendatang yang bukan penduduk asli, kegiatan bersubak tampak semakin menurun. Identikasi Komponen Peradaban Subak Berdasarkan Konsep Sanderson dan THKKonsep yang dikemukan oleh Sarderson dengan konsep THK secara loso merupakan konsep yang sama, misalnya superstruktur sama dengan parahyangan, struktur sosial sama dengan pawongan, dan infrastruktur material sama dengan palemahan. Kedua konsep tersebut memiliki keterkaitan antarkomponen. Setiap komponen saling mengikat terhadap keberlangsungan suatu perabadan di suatu negara. Oleh karena itu, peradaban subak perlu diidentikasi untuk melihat apakah komponen tersebut masih ada atau tidak pada kawasan Sarbagita Bali. Konsep triple bottom line meliputi planet, people, dan prot merupakan bagian peradaban subak, yaitu lingkungan, organisasi subak, dan keuntungan bersubak. Komponen Superstruktur pada Peradaban Subak BaliMasyarakat di kawasan Sarbagita secara superstruktur sudah melaksanakan pelestarian lingkungan dalam menjaga alamnya. Keyakinan masyarakat dalam menjaga alamnya sudah terjadi sejak zaman prasejarah mentradisi, misalnya pemujaan Tahta Batu di tempat startegis seperti di kawasan hutan. Hal tersebut sebagai simbolis bahwa kawasan hutan adalah tempat yang disucikan dengan makna menjaga kelestarian hutan. Dalam hal ini, termasuk menyucikan vegetasi besar dengan makna kelestarian tanaman hutan karena tanaman atau tumbuh-tumbuhan berfungsi sebagai penahan erosi dan tempat menyimpan air. Bangunan pura subak ini merupakan salah satu benteng peradaban Bali karena keberadaan pura tidak bisa hilang dan ditinggalkan. Walaupun terjadi alih fungsi lahan, secara superstruktur No. Komponen Subak Konservasi Keterangan1. Pura Subak Alam Pemuliaan dan penyucian alam2. Pura Penyawangan Danau Tamblingan/Ulun DanuDanau Memuliakan sumber air danau sumber di hulu3. Konsep Triangga/Mandala Landscape Pengelolaan tata ruang4. Ritual/Dewi Sri Pemuliaan alam Harmonisasi antara manusia dan Tuhan5. Penyucian Sumber Air Tradisi jemput air/magpag toya Menjaga regulasi air6. Tinggalan Megalitik Tahta Batu/Pelinggih di SawahSimbol pemuliaan tanaman Pemujaan untuk kesuburan7. Trihita Karana Keseimbangan Harmonisasi hubungan antara manusia, Tuhan, dan alamTabel 2. Komponen Superstruktur Kearifan Lokal Peradaban Bali Subak Sebagai Benteng Konservasi Peradaban Bali. I Made Geria, Sumardjo, Surjono H. Sutjahjo, Widiatmaka, dan Rachman Kurniawan47masih dilakukan. Artinya, superstruktur harmonisasi manusia dan lingkungan tetap mendasar dan menjadi pola dalam kehidupan masyarakat Bali. Hal itu terlihat dari aktivitas subak berupa pemujaan dan ritual di pura subak dengan tujuan pemulian alam, misalnya upacara magpag toya menjemput air secara ritual. Sebelum acara berlangsung, para petani subak biasanya bergotong-royong membersihkan dan merawat sumber air, juga menyucikan bangunan pelinggih pemujaan. Kalau jauh dari sumber air utama, dapat dibuatkan replikanya untuk pemujaan. Walaupun jauh sumber air, secara superstruktur mereka melakukan upacara pemuliaan terhadap sumber air dan lingkungan. Bangunan suci pura subak juga diperlakuan sebagai sarana penyatuan krama peradaban Bali lainnya adalah tinggalan megalitik tahta batu atau pelinggih di sawah. Penempatan tahta batu pada tempat-tempat sumber air dapat dimaknai menjaga kesucian sumber air. Setiap pusat sumber air, kelebutan, pengulun carik, pura subak, dan taman beji selalu disucikan sejak masa lampau sampai sekarang. Keberadan tinggalan megalitik yang dipercayai sebagai simbol kesucian dan kesuburan sampai sekarang masih diwarisi oleh masyarakat Bali. Tradisi menghormati dan menjaga sumber mata air secara ritual disimbolkan dengan membuat bangunan pemujaan pelinggih penyawangan untuk memuja keberadaan sejumlah pura di tamblingan yang dipercayai sebagai Danau Tamblingan atau Pura Tirta Mengening sebagai pusat sumber air. Pada kegiatan bersubak anggota subak biasanya melakukan upacara terutama saat akan memulai menanam padi. Secara supertruktur kearifan masyarakat Bali dalam memuliakan lingkungan terlihat melalui upacara yang dapat disebut dalam rangka mengonservasi lingkungannya. Komponen Struktur Sosial pada Peradaban Subak BaliStruktur sosial yang jelas terbentuk pada peradaban subak Bali adalah organisasi subak. Sebagai organisasi atau lembaga yang bersifat otonom, subak tidak mempunyai kaitan perintah dan tanggung jawab langsung kepada lembaga lain, baik di tingkat desa, kecamatan, Terhadap lembaga di luar subak, sifatnya hanya koordinatif, yaitu mengordinasi kegiatan subak agar dapat dimaklumi dan jika diperlukan diajak berpartisipasi dan mendukung agar kegiatan tersebut berjalan sukses. Hubungan kerja sama dan pembinaan oleh lembaga lain, misalnya Dinas Pertanian melalui para PPL penyuluh pertanian lapangan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Pendapatan Daerah. Subak juga tidak berkaitan dengan batas wilayah administrasi desa dan kecamatan. Oleh karena itu, satu wilayah subak bisa tumpang tindih dengan beberapa desa atau kecamatan. Keberagaman struktur kepengurusan subak terjadi karena masalah yang dihadapi tidaklah sama antara suatu subak dan subak lainnya, di samping adanya perbedaan inovasi/kreasi dalam pengembangan subak dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Jumlah anggota, luas wilayah dan siogra wilayah, sumber air untuk pengairan, serta kebijakan pemerintah adalah faktor yang dapat menentukan bentuk struktur kepengurusan suatu subak. Secara umum struktur organisasi subak adalah kelian gede Foto 1. Tinggalan megalitik tahta batu atau pelinggih di tengah sawah. Sumber Geria 2007 48AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 37 No. 1, Juni 2019 39 - 54pekaseh, penyarikan, petengen, kelian tempek, wakil kelian tempek, kesinoman, dan kerama, di samping pengais keuangan dan penasihat. Keberadaan organisasi subak sampai sekarang masih aktif dalam menjalankan tugasnya. Pada setiap organisasi subak dibangun tempat/kantor untuk tempat melakukan koordinasi antarpetani dan/atau rapat. Pemerintah ikut aktif menjaga kebudayaan subak ini dengan memberikan bantuan benih dan alat pertanian. Seiring dengan perkembangan pariwisata, pemerintah dan organisasi subak akan menjadikan peradaban subak Bali ini sebagai objek wisata yang unik. Objek wisata ini menyajikan kearifan lokal dalam menjaga lingkungan, dan kelestarian alam, dan keberlangsungan budaya. Produk unik dari struktur sosial pada peradaban subak Bali adalah awig-awig. Awig-awig atau instrumen hukum adat yang berlaku bagi masyarakat desa adat di Bali merupakan pengikat antarwarga masyarakat desa adat serta antara masyarakat desa adat dan wilayah desa adat itu sendiri. Awig-awig ini sangat unik karena merupakan hasil dari kesepakatan dari masyarakat desa adat. Awig-awig ada yang berbentuk tulisan dan ada yang berupa kesepakatan dalam bentuk lisan. Semua bentuk awig-awig tersebut disepakati dalam rapat antarwarga masyarakat desa adat yang disebut sangkepan. Awig-awig yang sudah siap dilaksanakan tanpa adanya sanksi disebut pesuaran, sedangkan awig-awig yang sudah disepakati dan memiliki sanksi disebut pararem. Awig-awig adalah ajaran THK untuk menjaga keharmonisasian antara Tuhan, manusia, dan alam. Parahyangan keharmonisan hubungan antara manusia dan Tuhan, pawongan keharmonisan hubungan antarmanusia dan palemahan keharmonisan hubungan antara manusia dan lingkungannya.Struktur sosial lainnya adalah gotong-royong yang dilakukan ketika akan memulai musim tanam padi. Sebelumnya, ketua subak melakukan rapat dengan anggota subak untuk membahas agenda tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membersihkan saluran irigasi secara bersama-sama. Perbaikan- juga dilakukan untuk menjaga saluran irigasi tetap baik dan lancar. Kearifan gotong-royong ini masih eksis sampai sekarang walaupun secara jumlah mulai mengalami penurunan. Petani meyakini bahwa gotong-royong, selain wujud syukur, juga dimaksudkan untuk menjaga lingkungan. Secara umum masyarakat di kawasan Sarbagita Bali secara struktur sosial terjadi pelemahan, khususnya pada daerah perkotaan, seperti Kota Denpasar. Hal ini terjadi sebagai akibat perubahan fungsi lahan yang semakin luas dan alih profesi warga masyarakat yang semakin meningkat. Komponen Infrastruktur Material pada Peradaban Subak BaliKomponen infrastruktur yang paling utama adalah jaringan irigasi subak. Jaringan irigasi subak sebagai sistem teknologi yang No. Komponen Subak Konservasi Keterangan1. Awig-Awig Lingkungan Sosial Menjaga keseimbangan dan keteraturan2. Sistem Pembagian Air/TektekAir Keadilan dan efektivitas dalam penggunaan air3. Pergantian Pola TanamPemutus hama Dikenal dengan sebutan kertamasa dan tulak sumur4. Tika/Wariga/Kalender Astronomi Sinkronisasi alam dan manusia5. Sistem Gotong-royongKebersamaan Menjaga kesinambungan alam harmonisasi hubungan antarmanusia 6. Krama Subak Peran sosial Pengelolaan dilakukan secara bersama dan simultanTabel 3. Komponen Struktur Sosial Kearifan Lokal Peradaban Bali Subak Sebagai Benteng Konservasi Peradaban Bali. I Made Geria, Sumardjo, Surjono H. Sutjahjo, Widiatmaka, dan Rachman Kurniawan49sudah menjadi budaya Bali. Subak adalah metode teknologi dari budaya asli petani Bali. Fasilitas utama dari irigasi subak palemahan untuk setiap petani anggota subak adalah pengalapan bendungan air, jelinjing parit, dan sebuah cakangan suatu tempat/alat untuk memasukkan air ke lahan/ bidang sawah garapan. Jika di suatu lokasi bidang sawah terdapat dua atau lebih cakangan yang saling berdekatan, ketinggian cakangan tersebut adalah sama. Hal ini dimasukdkan agar kemudahan dan kelancaran air mengalir masuk ke sawah setiap petani sama. Akan tetapi, perbedaan lebar lubang cakangan masih dapat ditoleransi sesuai dengan perbedaan luas bidang sawah garapan petani. Pembuatan, pemeliharaan, serta pengelolaan fasilitas irigasi subak dilakukan bersama oleh anggota krama subak. Jaringan irigasi ini pada masyarakat Bali mempunyai istilah yang unik. Jaringan sistem pengairan dalam subak, jika diurut dari sumber air, terdiri atas empelan/empangan sebagai sumber aliran air/bendungan, bungas/buka adalah pemasukan in take, aungan adalah saluran air yang tertutup atau terowongan, telabah aya gede adalah saluran utama, tembuku aya gede adalah bangunan untuk pembagian air utama, telabah tempek munduk/dahanan/kanca adalah saluran air cabang, telabah cerik adalah saluran air ranting, telabah panyacah tali kunda di beberapa tempat dikenal dengan istilah penasan untuk 5 bagian, untuk 5 orang, dan pamijian untuk sendiri/1 orang.Melalui sistem subak inilah para petani mendapatkan air sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan secara musyawarah oleh warga/krama subak dan tetap dilandasi oleh loso Tri Hita Karana. Oleh karena itu, kegiatan dalam organisasi/perkumpulan subak tidak hanya meliputi masalah pertanian atau bercocok tanam saja, tetapi juga masalah ritual dan peribadatan untuk memohon rejeki dan sawah adalah hal utama untuk melakukan kegiatan bersubak. Lahan sawah yang terus berkurang akibat alih fungsi lahan menjadi masalah utama. Namun, sebagian masyarakat Bali masih meyakini bahwa bersubak akan menyelamatkan budaya subak. Patut dicermati bahwa masalah ekonomi membuat para petani khawatir terhadap pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari. Ketidakcukupan tersebut akan menyebabkan alih profesi yang semakin tinggi dan generasi muda tidak mau lagi bersubak Infrastruktur material lainnya adalah teknologi pengendalian hama secara tradisional. Pengendalian ini unik dan tidak merusak lingkungan karena tidak menggunakan pestisida. Identikasi Efektivitas Peradaban Subak Bali terhadap Dimensi PengamatanEfektivitas pada peradaban subak No. Komponen Subak Konservasi Keterangan1. Sistem Pangkedan Tanah Pengelolaan untuk mencegah lahan erosi2. Sistem Pengolahan LahanTanah/tanaman Regulasi dalam pengelolaan lahan sawah dengan pertimbangan keberlanjutan3. Lahan Sawah Tanah Meliputi daya tampung dan daya dukung4. Kayu Larangan/VegetasiFlasma Nutfah Berperan dalam daur hidrologi5. Lumbung Ketahanan pangan Dimiliki subak dan warga masyarakat6. Biota Sawah, Padi, dan JagungEkosistem sawah Sebagai sumber pangan sistem tumpang sari7. Subsistem Artefak SubakRamah lingkungan Artefak yang dipergunakan dalam kegiatan subak selalu terkait dalam kelestarian alamTabel Infrastruktur Material Kearifan Lokal Peradaban Bali 50AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 37 No. 1, Juni 2019 39 - 54dilakukan melalui wawancara dengan menyebar kuesioner dengan enam dimensi pembangunan berkelanjutan. Seberapa jauh tingkat efektivitas peradaban subak Bali, khususnya di kawasan Sarbagita Bali, dalam melakukan aktivitas bersubak dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut Tabel 5 menunjukkan nilai efektivitas komponen superstruktur mempunyai nilai tertinggi yaitu persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa komponen superstruktur termasuk kategori sangat efektif. Selama pengamatan dilapangan secara umum semua subak masih melakukan upacara-upacara, pemulian danau dan yang lainnya. Namun untuk komponen struktur social dan infrastruktur mempunyai nilai cukup rendah yaitu berturut-turut persen dan persen yang termasuk dalam kategori efektif tetapi berada pada titik kritis. Pada saat pengamatan dilapangan banyak kegiatan subak yang berjalan kurang maksimal seperti pelaksaanaan awig-awig, konversi sawah, penggunaan lumbung padi dan umum, pengusaha di Bali yang memanfaatkan alam Bali sebagai bisnisnya belum banyak berkiprah untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang menyelamatkan alam dan budaya Bali. Misalnya bentuk kepudulian pengusaha dalam bentuk Corporate social responsibility CSR untuk subak belum signikan. Sumbangan pemerintah daerah memang ada untuk lembaga subak namun tata kelola pemanfaataanya lebih banyak kepada pembangunan sik. Seperti pembangunan balai subak tidak menyentuh langsung kepentingan warga subak dalam upaya konservasi terhadap alam. Strategi Kebijakan Pengembangan Peran Subak sebagai Destinasi Wisata Peradaban Ekologi Tingkat Pengaruh AtributAtribut yang memengaruhi peradaban subak Bali perlu ditentukan tingkat pengaruhnya terhadap keberadaan subak. Dalam hal ini, ada dua faktor, yaitu faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman. Tingkat pengaruh setiap atribut akan disajikan dalam Tabel 6 berikut 6 menunjukkan bahwa setiap atribut memiliki tingkat pengaruh yang relatif No Dimensi Efektivitas %KategoriKomponen Superstruktur1. Pelinggih Sangat Efektif2. Kegiatan magpag toya Sangat Efektif3. Pemuliaan danau Sangat Efektif4. Ritual kegiatan Sangat EfektifTotal Sangat EfektifKomponen Struktur Sosial1. Astronomi tradisional Efektif2. Pelaksanaan awig-awig Efektif3. Kegiatan gotong royong Efektif4. Keberadaan karma subak EfektifTotal EfektifKomponen Infrastuktur1. Astronomi tradisional Efektif2. Pelaksanaan awig-awig Efektif3. Kegiatan gotong royong Efektif4. Keberadaan karma subak EfektifTotal EfektifTabel 5. Nilai Efektivitas Perabadan Subak Bali Terhadap Setiap DimensiGrak 2. Hasil Pembobotan Faktor SWOT dalam AHP Subak Sebagai Benteng Konservasi Peradaban Bali. I Made Geria, Sumardjo, Surjono H. Sutjahjo, Widiatmaka, dan Rachman Kurniawan51No. Faktor Internal Tingkat Pengaruh %Kekuatan1. Kondisi kesuburan tanah di lahan pertanian 982. Sistem religi terhadap kepercayaan masyarakat 973. Subak sebagai konservasi lingkungan 974. Pembagian keuntungan dari pengelolaan subak 92Kelemahan1. Biaya produksi pengelolaan air subak 892. Komitmen masyarakat dalam menjaga lingkungan dan budaya subak 983. Kedudukan anggota dalam kelembagaan atau masuk keluarnya anggota dalam subak864. Penggunaan teknologi dalam pengembangkan usaha tani 94Peluang1. Proses pengelolaan sawah dan bertani subak 972. Komitmen masyarakat dalam menjaga lingkungan dan budaya subak 953. Tingkat penyerapan tenaga kerja pertanian 78Ancaman1. Konversi penggunaan lahan pertanian menjadi nonpertanian 942. Kondisi daerah resapan air subak 893. Pencemaran sampah dan limbah 944. Peran masyarakat dalam melestarikan nilai-nilai Tri Hita Karana 100Tabel 6. Tingkat Pengaruh Setiap Attribut Terhadap Peradaban Subak Balibesar. Kekuatan atribut tertinggi adalah kondisi kesuburan tanah di lahan pertanian sebesar 98%. Kelemahan atribut tertinggi adalah komitmen masyarakat dalam menjaga lingkungan dan budaya subak sebesar 98%. Peluang atribut tertinggi berupa proses pengelolaan sawah dan bertani subak sebesar 97%. Ancaman atribut tertinggi menyangkut peran masyarakat dalam melestarikan nilai-nilai Tri Hita Karana sebesar 100%. Tingkat pengaruh untuk setiap atribut lebih dari 75%. Oleh karena itu perlu dilakukan strategi untuk memaksimal pengaruh positif dari setiap Model AWOT Peradaban Subak Bali Sebagai Eco Culture TourismHasil perbaikan strukturisasi AWOT menunjukkan pembobotan berdasarkan penilaian perbandingan berpasangan antarfaktor subfaktor, dan alternatif yang telah disusun. Analisis selanjutnya dilakukan perbaikan kembali dengan bantuan perangkat lunak Expert Choice 11. Hasil pembobotan faktor, subfaktor, dan alternatif disajikan sebagai berikutPembobotan berdasakan tujuan menunjukkan bahwa faktor kekuatan memiliki bobot terpenting dengan skor 0,492. Faktor penting lainnya adalah peluang dengan skor Grak 3. Hasil Pembobotan Subfaktor dalam Faktor KekuatanGrak 4. Hasil Pembobotan Subfaktor dalam Faktor KelemahanGrak 5. Hasil Pembobotan Subfaktor dalam Faktor Peluang 52AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 37 No. 1, Juni 2019 39 - 540,306. Faktor lainnya adalah kelemahan memiliki skor 0,125 dan kelemahan dengan skor 0,078. Hal ini menunjukkan bahwa faktor terpenting untuk meningkatkan peradaban subak Bali sebagai eco culture tourism, yaitu faktor internal berupa kekuatan dan faktor eksternal berupa terpenting dalam faktor kekuatan adalah sistem religi terhadap kepercayaan masyarakat dengan skor 0,372. Bobot subfaktor lainnya berturut-turut adalah kondisi kesuburan tanah di lahan pertanian dengan skor 0,301. Subak, sebagai konservasi lingkungan, mendapat skor 0,196 dan pembagian keuntungan dari pengelolaan subak skor 0,130. Subfaktor terpenting dalam faktor kelemahan adalah komitmen masyarakat dalam menjaga lingkungan dan budaya subak dengan skor 0,291. Bobot subfaktor lainnya berturut-turut adalah biaya produksi pengelolaan air subak dengan skor 0,275. Penggunaan teknologi dalam mengembangkan usaha tani dengan skor 0,205 dan kedudukan anggota dalam kelembagaan atau masuk keluarnya anggota dalam subak dengan skor 0, terpenting dalam faktor peluang adalah tingkat penyerapan tenaga kerja pertanian dengan skor 0,397. Bobot subfaktor lainnya berturut-turut adalah komitmen masyarakat dalam menjaga lingkungan dan budaya subak dengan skor 0,305, dan proses pengelolaan sawah dan bertani subak dengan skor 0,301 Subfaktor terpenting dalam faktor kelemahan adalah komitmen masyarakat dalam menjaga lingkungan dan budaya subak dengan skor 0,345. Bobot subfaktor lainnya berturut-turut adalah peran masyarakat dalam melestarikan nilai-nilai Tri Hita Karana dengan skor 0,307, pencemaran sampah dan limbah dengan skor Grak 6. Hasil Pembobotan Subfaktor dalam Faktor Ancaman Bagan 3. Hasil Pembobotan pada Struktur Model Hirarki AWOT0,180, sedangkan kondisi daerah resapan air subak dengan skor 0, pembobotan dan kondisi eksisting SWOT mengarah pada pemilihan alternatif strategi prioritas dalam meningkatkan peradaban subak Bali sebagai eco culture tourism. Strategi prioritas yang harus dilaksankan adalah SO, yaitu memanfaatkan kekuatan kearifan budaya Subak Sebagai Benteng Konservasi Peradaban Bali. I Made Geria, Sumardjo, Surjono H. Sutjahjo, Widiatmaka, dan Rachman Kurniawan53subak untuk pengembangan dan peningkatan peran dengan bobot sebesar 0,274. Alternatif lainnya berturut-turut memiliki strategi sebagai berikut strategi SO, yaitu meningkatkan pengetahuan kearifan budaya subak dengan memanfaatkan pengembangan dan peningkatan peran dengan bobot sebesar 0,251. Strategi SW, yaitu memanfaatkan kekuatan kearifan budaya subak dalam memperbaiki dan mengurangi pengaruh negatif dengan bobot sebesar 0,245. Strategi WO, yaitu meningkatkan pengetahuan kearifan budaya subak dalam memperbaiki dan mengurangi pengaruh negatif dengan bobot sebesar 0,231. Secara diagramatik, struktur strategi yang menjadi alternatif prioritas dalam pencapaian peradaban subak Bali sebagai eco culture tourism dapat dilihat pada bagan sebagai berikut4. PenutupPengelolaan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, termasuk di dalamnya konservasi tanah dan air, menjadi isu yang penting karena permasalahan mengenai isu tersebut mengancam kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Pada tataran superstruktur budaya subak masih eksis dan kuat. Namun, pada tataran implementasi mulai terjadi pelemahan, khususnya pada daerah perkotaan,Pelaksanaan dan pelestarian masyarakat Sarbagita berdasarkan tiga komponen yang diteliti cukup efektif bahkan untuk komponen superstruktur masuk kedalam kategori sangat efektif dengan nilai efektivitas sebesar Sehingga komponen superstruktur perlu dipertahankan sebagai benteng peradaban di Sarbagita. Namun untuk komponen struktur sosial dan infrastruktur mempunyai nilai cukup rendah yaitu berturut-turut persen dan persen yang termasuk dalam kategori cukup efektif. Sehingga perlu dilakukan perbaikan pada tataran struktur sosial dan infrastruktur agar ketiga komponen peradaban subak berjalan subak Bali sebagai eco culture tourism dengan cara memanfaatkan kekuatan, yaitu dengan sistem religi yang masih dipegang oleh masyarakat Bali dan penyerapan tenaga kerja, menjadi faktor penting terkait dengan kebutuhan kehidupan dan peningkatan perekonomian masyarakat Bali. Sistem religi yang dipegang oleh masyarakat Bali masih menjadi bagian terpenting oleh masyarakat. Upacara bangunan pura, dan peninggalan sejarah nenek moyang tetap melekat pada masyarakat Bali, terutama dalam bidang konservasi lingkungan. Namun, bidang ekonomi perlu mendapatkan perhatian khusus. Perubahan masyarakat untuk beralih profesi dari pertanian ke pariwisata akan mengancam konservasi lingkungan. Eco culture tourism salah satu solusi yang dapat diimplementasikan untuk menyinergikan pertanian dan PustakaElkington, J. 1997. “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. CSR Sebuah Keharusan Investasi Sosial. Nugraha, Setia Benny dkk., ed. 2005, hlm. 19-20. Jakarta Pusat Penyuluhan Sosial Pusensos Departemen Sosial RI. Fajar, 2015. “Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan”. Jurnal Manajemen Agribisnis. 31, 22-33Geria, I Made. 2007 “Tinggalan Arkeologi pada Bentangan Alam Jati Luwih”. Laporan Penelitian Arkeologi. Denpasar Balai Arkeologi Bali. Gibson JL. 1994. Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur dan Proses. Erlangga 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan 54AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 37 No. 1, Juni 2019 39 - 54Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta PT Gramedia Widiasarana Nasution dan S. Syafar. 2004. “Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan Metode AHP dan SWOT Studi Kasus pada Kemitraan PT INKA dParasoengan Industri Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun”. Jurnal Teknik Insdustri. 61 A. 2013. “Efektivitas Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyelenggaraan Pengaisan Pemerintahan di Desa Sereh Suatu Studi di Desa Sereh Kecamatan Lirung Kabupaten Kepulauan Talaud”. Jurnal Eksekutif. 21 2009. “Nilai Kearifan Lokal Tri Hita Karana dalam Penataan Ruang Kota Berkelanjutan di Bali”. Jurnal Arsitektur Lanskap. 23 F. 2014. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta PT Gramedia Pustaka UtamaSaaty, 1991. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. Penerjemah L Setyono. Jakarta PT Pustaka Binaman 1995. “Subak Organisasi Irigasi pada Pertanian Padi Sawah Masa Bali Kuno”. Tesis. Depok Universitas U. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung PT Raka RM. 1985. Efektivitas Organisasi. Erlangga W. 2005. Beragam Nilai Tradisional Subak Revitasilasi Subak dalam Memasuki Era GloBalisasi. Yogyakarta Penerbit dan Sudirgayasa. 2015. “Integrasi Kearifan Lokal Bali dalam Buku Ajar Sekolah Dasar”. Jurnal Kajian Bali. 51 E., J. Aronson, dan Liang 2005. Decision Support Systems and Intellegent Systems. New Jersey Pearson Education, W. dan Dewi 2011. Analisis Bisnis Berlandaskan Tri Hita Karana. Denpasar Udayana University Press. ... However, in reality there are often conflicts between members that are difficult for Subak to resolve. They are conflicts in the distribution of irrigation channels due to water scarcity, conflicts in irrigation development such as the construction of new irrigation channels, conversion of agricultural land to other sectors such as property, as well as violations of the planting schedule [9]. Some of these conflicts greatly disrupt agricultural productivity, and affect decreasing in agricultural production. ...... The results showed that the role of subak was able to improve the welfare of farmers. The existence of subak is able to make farming methods more regular so that the results obtained are maximized [9]. So far, the role of subak was not only in terms of distributing irrigation Advances in Economics, Business and Management Research,volume 197 water. ...... These farmers must be defended without seeing them merely as a pillar for food centers for the benefit of national food security. Among the portraits of the harmony of civilizations of agrarian communities that are still well maintained and preserved today can be found in the Subak community in Bali Geria et al., 2019 or the Kasepuhan community in West Java Ikmaludin et al., 2018 Prabowo & Sudrajat, 2021. Sedulur Sikep community in Pati, for example, maintain very strong values to prevent the transition from agriculture to non-agriculture. ... Dwi Wulan PujiriyaniEndriatmo SoetartoLand conversion takes place more rapidly than the addition of new land. This paper attempts to investigate these two events by offering a more sensible solution to answer the need for land provision which over time continues to clash with various interests in land. The best solution to land provision is to give recognition to the living space and the farming profession' by stating that the agricultural profession is the noblest profession, the most realistic profession, and constitutionally justified. They are a group of people whose profession is on going, or continuing, and it only requires political commitment as well as recognition of their living space and their profession that farmers and farming are a profession as well as a right to life. Local initiatives such as those emerging in the Kasepuhan community, the Subak tradition in Bali, and the determination of Sedulur Sikep community with their farming traditions should have earned their right not to be disturbed’ but to be let live and get recognition and protection. Protecting these existing and sustainable forms of local farming initiatives is a real manifestation of the solution to the deadlock of the search for new agricultural land that faces various obstacles. Recognition should not only be given to indigenous groups as it has been done, but also to food farmer communities that have independently developed their agriculture in a sustainable manner.... The beauty of tourist objects such as Tanah Lot and Jatiluwih in Tabanan Regency, the uniqueness of Balinese Hindu religious rituals, and its natural beauty are the attractions of the island of Bali as a tourism destination in Indonesia. The traditional agricultural culture called "Subak" in Bali is a traditional agricultural irrigation management system that is based on a sustainable environment and acts as a pillar of the culture and customs of the people of Bali Geria et al., 2019. ...Bali Province, Indonesia has a promising tourism sector potential to continue to be developed as a domestic and global tourism destination. This study aims to monitor the initial data and conservation status of herpetofauna in rice fields in Angantaka Village, Badung Regency, Indonesia. This research uses Visual Searching or Visual Encounter Survey VES techniques. The results showed that there were 5 herpetofauna species that were dominated by the Reptile Class. The species of Boiga dendrophila snake found in this study and has a "Near Threatened" NT conservation status based on the IUCN Red List. Management of herpetofauna species still has to be developed, especially in this area so that it can increase the potential to be developed as an eco-tourism area... Farmer relief plows the fields by using cows carved into the walls of the Borobudur temple which was built in the 9 th century in Central Java [1] be a sign that rice cultivation had adhered to the Indonesian culture. Therefore, farmers have developed various local wisdom in rice cultivation, such as maintain the diversity of local rice varieties [2], setting planting schedules [3], water regulation [4], and harvesting [5]. Local wisdom is the noble values that apply in the order of community life to protect and manage the environment in a sustainable manner Law number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management. ...Andi Ishak Emlan FauziJhon FirisonYudi SastroUpland rice is a useful source of germplasm and it is conserved by farmers through local wisdom. This paper aims to explain fading the local wisdom of upland rice in situ conservation in Pino Raya subdistrict, South Bengkulu regency. Data were collected from March to May 2020 through interviews and field observations. The interviews involved 11 key informants using snowball techniques consisting of a customary leader, village heads, agricultural extension, and farmers. Data were analyzed descriptively using the interactive model from Miles and Huberman. The results showed that the local wisdom of in-situ conservation of upland rice faded because shifting cultivation was no longer practiced by farmers due to oil palm expansion. Cultivation of upland rice is only on young oil palm plantations that are increasingly entering forest area. Intensification of wet rice cultivation allows farmers to cultivate modern varieties which early maturing rice and high productivity. Improvement in the community’s economy due to oil palm expansion and the diminishing of the upland area for rice cultivation caused the young generation to no longer be interested in planting upland rice local varieties. As a result, the “Dundang Padi” ceremony as a form of local wisdom that is practiced by the Pino Raya community is fading.... Di sana bisa muncul raja yang berkuasa mutlak untuk membagikan air Wittfogel, 1957 25. Secara tradisional, masyarakat Bali mengenal sistem organisasi subak untuk mengatur air Geria, et al., 2019. ...Endang WidyastutiIn the Tasikmalaya area many sites are found in the form of tombs and ancient grave complexes from the Islamic era. In archaeological studies, the tomb can be interpreted as a place where the body is buried and also the former location of the event by an important figure. The tomb can be interpreted as a grave and also petilasan. Through the tomb data can be revealed various aspects such as background concepts and figures buried. This study of ancient tombs in Tasikmalaya aims to reveal the background of the concept of site selection and the background of the buried figure. The research method is qualitative research through descriptive type. Disclosure of research problems is obtained through literature study and trace data reinforcement in the form of manuscripts. Ancient tombs in Tasikmalaya are on the plain and on top of a hill. The tomb at the top of the hill shows the continuity of previous cultural concepts, namely that high ground in the form of a hill or mountain is a sacred place. Some figures who are buried have a big role in the welfare of the community in the past, namely the opening of the Cibeureum Agusriyanti NarisBalinese people live harmoniously with beliefs and culture that simultaneously. not only known for its beautiful beaches but also no less interesting is its agriculture. Subak is a traditional Balinese agricultural institution which is still being maintained. In general, many also interpret subak as an irrigation institution. Studies on subak in Bali have been written by several researchers both from within and outside the country. It is interesting how farmers still apply traditional agricultural institutions where now various government programs related to agriculture are implemented. Bali has proven that it can survive and cooperate with the local government to combine subak and farmer groups. This study wants to provide another description of how the implementation of subak is carried out elsewhere by farmers from Bali through the transmigration program. Without irrigation, the subak institution can still function as a farmer's living space. This research is reviewed from a sociology religious perspective using the ethnographic writing method through several field studies. This paper contributes to understanding Balinese farming communities who continue to maintain their beliefs and culture through a traditional institution called “subak”.Tyas FideliaNada Salsabilap>Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam yang dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Namun, ada kalanya pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan tidak efisien dan hanya berorientasi pada kepentingan jangka pendek yang mengakibatkan pengurasan sumber daya alam tidak terkendali. Kerusakan dan pencemaran lingkungan menimbulkan potensi terjadinya sengketa lingkungan hidup. Salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan yaitu melalui mediasi musyawarah yang sebenarnya ditransplantasi dari kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-menurun oleh masyarakat adat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan menjabarkan bagaimana penyelesaian sengketa lingkungan hidup perspektif kearifan lokal. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif library research dengan pendekatan undang-undang statute approach untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum berkaitan dengan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Perspektif Kearifan Lokal yang dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif. Penelitian ini akhirnya memberikan jawaban atas diskursus bahwa penyelesaikan sengketa lingkungan melalui mediasi dilihat dari sudut pandang kearifan lokal di Indonesia masih relevan dan menciptakan kedamaian dan kesejahteraan antara pihak yang bersangkutan karena menghasilkan kesepakatan bersama win-win solution , namun tetap harus menjaga dan mengelola lingkungan hidup dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

jelaskan mengenai upaya pemerintah daerah bali untuk melestarikan subak